Kamis, 08 Mei 2008

Info KPJ

Bwt temen-temen penggemar sastra yang mau bergabung dengan KPJ bisa kirimkan data dirinya ke alamat email:
qq_maniez_xi@yahoo.com

pokoknya nanti kami akan langsung menghubungi temen-temen semua... Ok?!




Psychology make me feel like I'm a stupid girl

Kurang dari satu tahun ini gw akhirnya terdampar dalam sebuah dunia yang diberi nama "PSIKOLOGI". Tepatnya di fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ternyata masuk psikologi memang membuat gw seperti orang bodoh, WHY??? karena tiap menghadapi mata kuliah psikologi umum yang isi pelajarannya adalah yang da di diri manusia seperti emosi dan persepsi ataupun tentang berfikir selalu membuat gw merasa bodoh dan malu.

Duh, betapa malunya ketika harus membahas soal diri kita sendiri...betapa berasa bodohnya ketika gw yang apabila lulus nanti insyallah bakal menjadi seorang psikolog ini harus "berobat jalan" dulu sebelum mengobati orang lain...Hehehe...Malunya!

Namun, tidak boleh ada kata menyesal atas anugrah Tuhan ini...yups, psikologi...psikologi adalah anugrah-Nya yang harus gw syukuri...dan gw jalanin...

Nasionalisme dalam Sastra


Rasa nasionalisme dapat di wujudkan dengan berbagai cara termasuk lewat sastra. Dengan sastra seseorang dapat mengungkapkan rasa nasionalismenya lewat karya-karya yang ia ciptakan. Seperti kata pepatah, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai para pahlawannya” dan lewat media sastra inilah kita dapat mengukapkan bagaimana rasa penghargaan kita terhadap para pahlawan atau pun terhadap bangsa ini.

Ironisnya, seiring dengan perkembangan dunia sastra dan semakin banyaknya penulis- penulis ataupun sastrawan-sastrawan yang sangat produktif menghasilkan karya-karya namun sedikit sekali diantara mereka yang menciptakan karya yang bertemakan nasionalisme atau membawa pesan moral yang dapat membangkitkan rasa nasionalisme dalam diri pembacanya. Sekarang ini, banyak orang yang produktif menghasilkan karya-karya tetapi karyanya hanya berisikan seputar masalah kehidupan yang sangat sederhana dan umum untuk dibahas. Contohnya masalah percintaan, memang membahas tentang cinta tidak akan pernah ada habisnya karena cinta adalah hal yang pasti semua orang pernah mengalaminya. Namun ada yang terlupakan oleh kita semua, perasaan cinta itu bukan hanya untuk sesama manusia saja melainkan juga terhadap bangsa dan negara ini yaitu rasa nasionalisme kita yang ternyata selama ini telah terlupakan.

Seharusnya kecintaan terhadap bangsa dan negara ini dapat terus kita pupuk terutama pada generasi muda kita agar mereka memiliki rasa nasionalisme yang tinggi terhadap bangsa ini. Dan dengan media sastra inilah kita dapat membangkitkan dan terus memupuk rasa nasionalisme seluruh rakyat Indonesia.

Saya yakin seiring dengan penigkatan minat baca dan juga semakin banyaknya para sastrawan-sastrawan yang bermunculan, maka pembaca akan semakin selektif dalam memilih karya yang akan mereka baca. Melalui media sastra inilah kita dapat menigkatkan rasa nasionalisme dalam diri penulis maupun pembacanya yaitu dengan cara memberikan nuansa-nuansa kebangsaan yang dapat membangkitkan semangat nasionalisme. Dengan cara ini saya yakin bahwa nantinya bukan hanya dunia sastra saja yang akan terus maju berkembang tetapi juga negara kita yang tercinta ini karena berawal dari rasa nasionalisme inilah bangsa kita akan bangkit dari keterpurukan.

Membingkai cinta lewat sastra

Cinta..Sebuah perasaan yang tentunya pasti dimiliki oleh semua orang sekalipun orang itu adalah seorang gelandangan ataupun pembunuh. Setiap orang pun juga mempunyai cara yang berbeda untuk mengungkapkan perasaan cintanya, ada orang yang dapat mengungkapkannya secara langsung baik lewat ucapan atau dengan perbuatan yang Ia lakukan. Namun tidak sedikit orang yang tidak dapat menyalurkan curahan perasaannya secara langsung. Nah, orang-orang seperti inilah yang biasanya mengungkapkan perasaannya lewat sebuah tulisan.

Tanpa disadari sejak jaman dahulu orang banyak menggunakan media tulisan sebagai tempat untuk mencurahkan perasaannya. Misalnya surat cinta, sejak jaman dulu banyak orang yang tidak dapat mengungkapkan perasaannya kepada orang yang Ia kasihi secara langsung menggunakan media tulisan untuk menyampaikannya. Surat cinta tersebut biasanya berisi kata-kata maupun puisi-puisi yang sungguh puitis dan tanpa disadari orang tersebut sesungguhnya telah melakukan kegiatan bersastra. Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi di jaman dulu saja, sampai sekarang eksisitensi dari surat-surat cinta tersebut masih tetap ada hanya saja keberadaannya sedikit tergeser dengan adanya media komunikasi tulis yang lebih canggih seperti SMS atau e-mail.

Banyak pula orang-orang yang mengungkapkan perasaannya lewat berpusi atau bercerita dengan tulisan. Seperti halnya kebanyakan novelis, tidak jarang diantara mereka yang mengangkat pengalaman pribadi mereka sebagai ide cerita dari karya mereka. Seperti pernyataan cerpenis Ressa Novita yang mengatakan bahwa ide cerita dari salah satu cerpennya yang berjudul The Mucus memang berasal dari pengalaman pribadinya sewaktu masih duduk dibangku SMA. Dapat juga dijadikan contoh yaitu karya-karya besar Khalil Gibran yang mengambil tema-tema cinta yang bisa jadi memang berasal dari pengalaman pribadinya.

Ternyata banyak sekali cara untuk mengungkapkan perasaan cinta kita. Kalau kita malu untuk mengungkapkannya lewat kata-kata kenapa tidak mencoba lewat tulisan. Selain bisa menggungkapkan perasaan kepada orang yang kita tuju, tidak menutup kemungkinan juga tulisan kita bisa menjadi sebuah karya yang bisa dinikmati juga oleh orang lain yang pada ujungnya bisa juga memberikan keuntungan materil untuk kita. Jadi jangan malu untuk memgungkapkan perasaan cinta kamu lewat tulisan atau sastra karena sesungguhnya semua sastra itu indah.

Remaja Vs Sastra


Remaja merupakan fase awal pengenalan terhadap sastra. Minat terhadap sastra juga seharusnya sudah mulai ditumbuhkembangkan sejak masih remaja. Namun terkadang dirasa oleh para remaja sepantaran SMP/SMA sastra merupakan sesuatu yang sangat sulit dipahami. Karena yang mereka kenal sebagai sastra saat mereka belajar di sekolah hanyalah sebatas karya-karya seperti puisi-puisi lama yang kata-kata dan maknanya sulit untuk dimengerti dan dipahami. Atau mungkin guru yang terlalu membatasi ruang ekspresi muridnya dalam hal memaknai apa sebenarnya sastra.

Oleh karena itu mereka tidak menyadari bahwa cerpen-cerpen remaja yang mereka baca, puisi-puisi cinta yang mereka ciptakan dengan gaya bahasa mereka sendiri sesungguhnya merupakan bagian dari sastra, Mungkin karena alasan itulah minat remaja terhadap sastra belum cukup tinggi. Namun disisi lain perlu dibanggakan juga bahwa ternyata peminatan terhadap sastra mulai meningkat. Lambat namun pasti. Hal ini dapat dibuktikan dengan mulai banyak diterbitkannya novel-novel ataupun kumpulan cerpen remaja. Itu berarti bahwa minat untuk menciptakan dan membaca karya sastra dikalangan remaja mulai meningkat. Tinggal mereka dibekali lagi dengan kemampuan untuk menguasai bahasa Indonesia yang baik dan benar. Karena penguasann bahasa Indonesia berpengaruh penting dalam kualitas karya yang mereka ciptakan.

Hal tersebut juga senada seperti yang diungkapkan oleh Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono, ”Karena, jika sejak usia SMP atau SMA minat menulis sudah terasah, tidak mustahil mereka akan menjadi sastrawan yang baik, atau penulis buku laris. Semakin terlatih menguasai bahasa Indonesia, anak semakin baik dalam menulis”. Untuk itu pentingnya peran sekolah sebagai tempat mereka belajar berbahasa Indonesia dan bersastra harusnya bisa lebih meningkatkan kualitas peminatan terhadap sastra yang tak terbatas.

Nasionalisme dalam Sastra


Rasa nasionalisme dapat di wujudkan dengan berbagai cara termasuk lewat sastra. Dengan sastra seseorang dapat mengungkapkan rasa nasionalismenya lewat karya-karya yang ia ciptakan. Seperti kata pepatah, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai para pahlawannya” dan lewat media sastra inilah kita dapat mengukapkan bagaimana rasa penghargaan kita terhadap para pahlawan atau pun terhadap bangsa ini.

Ironisnya, seiring dengan perkembangan dunia sastra dan semakin banyaknya penulis- penulis ataupun sastrawan-sastrawan yang sangat produktif menghasilkan karya-karya namun sedikit sekali diantara mereka yang menciptakan karya yang bertemakan nasionalisme atau membawa pesan moral yang dapat membangkitkan rasa nasionalisme dalam diri pembacanya. Sekarang ini, banyak orang yang produktif menghasilkan karya-karya tetapi karyanya hanya berisikan seputar masalah kehidupan yang sangat sederhana dan umum untuk dibahas. Contohnya masalah percintaan, memang membahas tentang cinta tidak akan pernah ada habisnya karena cinta adalah hal yang pasti semua orang pernah mengalaminya. Namun ada yang terlupakan oleh kita semua, perasaan cinta itu bukan hanya untuk sesama manusia saja melainkan juga terhadap bangsa dan negara ini yaitu rasa nasionalisme kita yang ternyata selama ini telah terlupakan.

Seharusnya kecintaan terhadap bangsa dan negara ini dapat terus kita pupuk terutama pada generasi muda kita agar mereka memiliki rasa nasionalisme yang tinggi terhadap bangsa ini. Dan dengan media sastra inilah kita dapat membangkitkan dan terus memupuk rasa nasionalisme seluruh rakyat Indonesia.

Saya yakin seiring dengan penigkatan minat baca dan juga semakin banyaknya para sastrawan-sastrawan yang bermunculan, maka pembaca akan semakin selektif dalam memilih karya yang akan mereka baca. Melalui media sastra inilah kita dapat menigkatkan rasa nasionalisme dalam diri penulis maupun pembacanya yaitu dengan cara memberikan nuansa-nuansa kebangsaan yang dapat membangkitkan semangat nasionalisme. Dengan cara ini saya yakin bahwa nantinya bukan hanya dunia sastra saja yang akan terus maju berkembang tetapi juga negara kita yang tercinta ini karena berawal dari rasa nasionalisme inilah bangsa kita akan bangkit dari keterpurukan.

Belajar sejarah lewat sastra

Sejarah memang merupakan suatu peristiwa yang telah terjadi di masa lampau. Namun, bukan berarti semua itu bisa dilupakan begitu saja melainkan kita harus terus mengenangnya. Sekarang ini keberadaan sejarah sudah semakin terlupakan, terlebih lagi di kalangan pelajar ataupun generasi muda. Kita dapat mengetahui sejarah hanya sebatas apa yang telah kita pelajari dibangku sekolah. Tentu saja pengetahuan yang kita dapat masih sangat kurang lagipula mempelajari sejarah disekolah terkadang kurang efektif apalagi jika cara menyampaikannya kurang komunikatif. Hal demikianlah yang menyebabkan kebutaan terhadap sejarah di masyarakat semakin bertambah.

Untuk itu kita perlu mensiasati bagaimana caranya agar dapat menstimulasi rasa keingintahuan kita terhadap sejarah yaitu dengan cara mempelajari sejarah lewat media sastra. Seperti yang telah dilakukan oleh N.H. Dini, Pramoedya Ananta Toer dan Emil W. Aulia, tidak sedikit karya-karya yang mereka ciptakan mengandung nilai sejarah. Misalnya pada karya N. H. Dini yang berjudul “Mirah dari Bandar” yang mengandung unsur sejarah dalam ceritanya, settingannya dan juga segala sesuatu yang berhubungan dengan hal yang terjadi di masa lampau. Juga masih banyak karya-karya lainnya yang tentunya memiliki nilai-nilai sejarah pula.

Lewat media sastra inilah pembaca bukan hanya disuguhi oleh sekedar bacaan biasa tetapi juga mendapat nilai tambah berupa pengetahuan sejarah. Lewat media sastra pembaca akan lebih mudah untuk diajak memahami sejarah lewat imajinasi-imajinasi mereka terhadap apa yang sedang mereka baca. Dengan begitu sejarah akan terasa lebih menarik karena di bungkus dengan kemasan yang menarik pula. Sehinngga kita sebagai pembaca bisa mendapat keuntungan lebih yaitu bukan hanya sekedar terhibur oleh apa yang telah kita baca tetapi juga pengetahuan sejarah kita akan semakin bertambah. Tentunya harus semakin banyak pula sastrawan-sastrawan yang rajin menghasilkan karya-karya yang mengandur unsur sejarah. Dan sebagai penulis ataupun pembaca kita semua akan mendapatkan nilai tambah. Dengan demikian lambat laun kiata semua akan dapat merasakan menariknya belajar sejarah lewat sastra.